Senin, 06 Juni 2011

Abdul Karim Putra Indonesia

Apakah mungkin, Indonesia bisa maju kalau orang-orang yang ada di dalamnya tidak ada keinginan untuk mengubahnya.

Saat ada yang menginginkan perubahan, mereka disingkirkan karena dianggap mengganggu kepentingan oknum-oknum yang takut digeser kedudukannya.

mau jadi apa negeri kita ini!

bila orang yang mempunyai kemampuan dan bakat kita pinggirkan sehingga orang asing siap menampung mereka, karena orang asing tahu bahwa orang indonesia memang memiliki pengetahuan dan interlektual yang tinggi.

saat mereka kembali dan berhasil, orang bertanya kenapa tidak di indonesia?

Rabu, 25 Mei 2011

Kapan Kau Kembali



Bila sayang tak lagi ada arti
Untuk apa lagi aku memberi
Meskipun semuanya telah terjadi
Aku ingin semuanya kembali

Ketika engkau pergi
Meninggalkan kusendiri
Aku di sini menangis
Walaupun hanya di dalam hati

Rasa sedih yang kurasa
Rasa sepi yang kuasa

Tanpa dirimu kuberjalan
Tanpa hadirmu kumenatap kehidupan
Kapan kau kembali
Kapan lagi kau mau menemani

Pandangan tentang Manajemen

2.1.      Pandangan tentang Manajemen.
2.1.1.      Definisi Manajemen
            Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas.
            Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan yang dipergunakan di sini adalah berdasarkan pengalaman manajer. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (orang-struktur-teknologi) dan bagaimana mengaturnya sehingga tercapai tujuan sistem.
            Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu: perencanaan (Planning). Pengorganisasian (Organizing), Pemimpinan (Leading), dan pengawasan (Controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknnya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
            Fungsi perencanaan antara lain fungsi manajemen yg berkenaan dengan pendefinisian sasaran untuk kinerja organisasi di masa depan dan utk memutuskan tugas-tugas dan sumber daya-sumber daya yang digunakan yg dibutuhkan utk mencapai sasaran tersebut.
            Fungsi Pengorganisasian meliputi fungsi manajemen yang berkenaan dgn penugasan mengelompokkan tugas-tugas ke dalam departemen-departemen dan mengalokasikan sumber daya ke departemen.
            Fungsi Pemimpin menggambarkan manajemen yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
            Fungsi Pengawasan meliputi manajemen yang berkenaan dengan pengawasan terhadap aktivitas karyawan menjaga organisasi agar tetap berada pada jalur yang sesuai dengan sasaran dan melakukan koreksi apabila diperlukan.  

2.1.2.      Manajemen sebagai Ilmu
            Konsep-konsep yang secara sitematis dapat menjelaskan dan meramalkan apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu berdasarkan penelitian. Setelah dipelajari selama beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang pengetahuan secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang bekerja sama. Menurut Luther Gulick (1965) manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori masih terlalu umum dan subjektif.
            Evolusi konsep, ide, pemikirn tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu, orang menggunakan catatan tertulis untuk oerdagangan dan pemerintahan.
            Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teori-teorinya mampu menuntun manajer dan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari tindakan-tindakannya.

2.1.3.      Manajemen itu suatu Kiat atau Seni
            Menurut Mary Parker Follet dalam Stoner (1986) manajemen sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (The art of getting things dome through people).  Hal senada juga diungkapkan Henry M. Botinger, manajemen sebagai suatu seni membutuhkan tiga unsur, yaitu: pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsur tersebut terkandung dalam manajemen.
            Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia, struktur sosial, dan organisasi menuntut seorang manajer memahami ilmu perilaku yang mendasari manajemen. Akan tetapi, sebelum pengetahuan tersebut dikuasai, manajer harus bergantung pada intuisinya sendiri (karena informasi tidak memadai) dan melakukan penilaian sendiri.

2.1.4.      Manajemen merupakan Suatu Profesi
            Profesi adalah suaru pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu. Manajemen sebagai suatu profesi dituntut persyaratan tertentu. Seorang profesional menurut Robert L. Katz harus mempunyai kemampuan/kompetensi: konseptual, sosial (hubungan manusiawi), dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemampuan mengkoordinasikan semua kegiatan dan kepentingan organisasi. Sedangkan kemampuan teknik  adalah kemampuan menggunakan alat, produser dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program, anggaran.
            Seorang manajer profesional dibutuhkan oleh masyarakat/ konsumen dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasi itu ia dibayar sebagai penghargaan dan pengakuaan terhadap eksistensinya.
 
2.2.      Pandangan tentang Pendidikan.
2.2.1.      Definisi Pendidikan
            Driyarkara (1980) mengatakan bahwa pendidikan itu adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik. Dalam Dictionary of Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah: (a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat merak hidup, (b) proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
            Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang dialami individu dalam perkembangannya menuju ke tingkat kedewasaannya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diidentifikasi beberapa ciri pendidikan, antara lain yaitu: (a) Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup, (b) untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaiannya yang sesuai, dan (c) kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (formal dan non-formal).
 
2.2.2.      Arah Pendidikan
            Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu berbagai hal, seperti; konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Melalui pendidikan dapat dikembangkan dalam kehidupan susila. Aspek lain adalah kehidupan relegius dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat menghayati dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya. Semua itu dapat dapat terwujud melalui pendidikan.

2.2.3.      Pendidikan sebagai sebuah sistem
            Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam kegiatan pendidikan perlu dikenali. Untuk itu diperlukan pengkajian usaha pendidikan sebagai suatu sistem.  Pengertian tentang sistem oleh Ryans (1968) didefinisikan sebagai “any indentifiable assemblageof element (object, persons, activities, information records, etc.) wich are interrelated by process or struture and wich are presumed to function as an organizational entity generating an obsercable 9or sometimes merely inferable product”.
            Berpijak pada definisi di atas dapat diidentifikasikan bahwa sistem mengandung elemen yang saling berkaitan, merupakan satu kesatuan. Kesatuan itu berfungsi mencapai tujuan, membuahkan hasil yang dapat diamati/dikenali. Tinjauan pendidikan secara mikro untuk lebih jelasnya berikut di tampilkan sebuah diagram yang menggambarkan hubungan elemen pokok dalam usaha pendidikan.

            Berdasarkan tinjauan mikro di atas peserta didik dan pendidik merupakan elemen sentral. Pendidikan untuk kepentingan peserta didik mempunyai tujuan dan untuk mencapai tujuan itu ada berbagai sumber dan kendala. Dengan memperhatikan berbagai sumber dan kendala kemudian ditetapkan bahan pengajarandan diusahakan berlangsungnya proses untuk mencapai tujuan. Keseluruhan elemen ini tidak lepas dari pengetahuan, teori, dan model-model pendidikan yang telah dimiliki, disusun dan dicobakan oleh para ahli.
            Berbagai elemen dalam sistem pendidikan itu perlu dikenali secara mendalam sehingga dapat difungsikan dan dikembangkan. Di sinilah persoalan pentingnya penguasaan pendekatan sistem untuk mengkaji masalah-masalah, kelemahan, dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
            Dalam tinjauan yang lebih makro, sistem pendidikan menyangkut berbagai hal, P.H. Coombs (1968) menggambarkan sistem pendidikan secara makro melalui 2 diagram yang penulis anggap urgen, yaitu:

            Diagram tersebut memperlihatkan komponen pokok, yang lepas dari lingkungan. Masukan dan keluaran mestinya dikatikan dengan unsur yang ada dalam masyarakat. Pada akhirnya produktivitas sistem tersebut berperan untuk masyarakat.
            Pada akhirnya pendekatan sistem itu dipandang sebagai gaya manajerial (managerial style). Model umum suatu organisasi sebagai suatu sistem adalah menuntut adanya komponen masukan (input), transformasi, (proses) dan keluaran (output). Dapat di simpulkan bahwa pendekatan sistem dalam manajemen dan organisasi (pendidikan) adalah sebagai suatu metode yang berkaitan erat dengan usaha-usaha pemecahan masalah pendidikan yang kompleks. Hal itu dijalankan dengan memadukan berbagai unsur yang ada dengan menggunakan berbagai metode sehingga proses yang dilalui benar-benar dapat menunjang pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

               Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia (John Dewey)
            Pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaanya (SA BRATANATA, DKK).

Selasa, 24 Mei 2011

Dygta - Kesepian



E...


          F#m
Kurindu disayangi
    C#m
Sepenuh hati
        E
Sedalam cintaku
        B
Setulus hatiku

          F#m
Kuingin dimiliki
    C#m
Dikasihani
       E
Tanpa air mata
        B
Tanpa kesalahan


*
  F#m                      A
Bukan cinta yang melukai diriku
                 C#m       E
Dan meninggalkan hidupku lagi


Reff
           A
Tolonglah aku
            B
Dari kehampaan ini
           G#m
Selamatkan cintaku
               C#m
Dari hancurnya hatiku
            F#m
Hempaskan kesendirian
                B
Yang tak pernah berakhir

          A
Bebaskan aku
          B
Dari keadaan ini
            G#m
Sempurnakan hidupku
              C#m
Dari rapuhnya jiwaku
         F#m
Adakah seseorang
               B
Yang melepaskanku
           E
Dari kesepian ini


F#m C#m E B 2x


Kembali ke *
Kembali ke Reff

A B G#m C#m F#m B

Kembali ke Reff

Ragam Puisi

1.1.      Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1)   Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)   Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3)   Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4)   Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5)   Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

1.2.      Puisi Epik
            Kata epik berasal dari bahasa Latin, epicus dan dalam bahasa Yunani, epikos yang kemudian menurunkan kata epos. Puisi epik adalah puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan yang berkaitan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Pembicaraan puisi epik biasanya selalu dikaitkan dengan kisah-kisah klasik peperangan dan kepahlawanan yang menakjubkan. Mengingat kisah-kisah itu terdiri dari serangkaian peristiwa dan sejumlah episode, maka bentuk puisi epik hampir selalu berupa puisi naratif yang panjang. Di dalam perkembangannya kemudian, panjang pendeknya puisi itu, bukanlah merupakan ukuran mutlak.  Misalnya saja puisi yang berjudul Nawang Wulan berikut ini. Puisi ini ditulis berdasarkan dongeng-dongeng kepercayaan. Nawang Wulan adalah seorang bidadari sebagai ibu yang melindungi bumi dan padi. Dan berdasarkan itu dongeng kepercaya- an itu Subagio Sastrowardojo menulis puisi sebagai berikut :

NAWANG WULAN
(yang melindungi bumi dan padi)

Jangan bicara denganku dengan bahasa dunia
Aku dari sorga
Jangan sentuh tubuhku dengan tubuh berdosa
Aku dari sorga

Sambut aku dengan bunga
Itu darah dari duka dan cinta
Bunga buat bayi yang lahir dari rahim ibu
Bunga buat kekasih yang manis merindu
Bunga buat maut yang diam menunggu

Tapi jaga anak yang menangis tengah malam minta susu
Tapi jaga ladang yang baru sehari digaru
Anak minta ditimang
Ladang minta digenang
Lalu panggil aku turun di teratakmu

Dengan bunga. Itu darah mengalir
dari duka dan cinta
(Subagio Sastrowardoj)

1.3.      Puisi Naratif
            Puisi naratif adalah Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif, misalnya: balada, dan syair (berisi cerita). Balada adalah puisi yang bercerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujaan, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian. Rendra banyak sekali menulis balada tentang orang-orang tersisih, yang oleh penyairnya disebut “orang-orang tercinta”.  Misalnya :

BALLADA ANITA

Ketakutan berbentuk lembut bercokol di dadanya
Bicara dalam kenekatan memacu lepas-lepas butirdarah-butirdarah

Meratai bunga-bunga , membungai tiap usia
Sebelum dikejuti pintu menutup bagiannya.

Anita.
Memacu kuda garang, merasuk hidup jalang
Ditolaknya setiap perhentiannya

Anita.
Dikutukinya cinta sarang cemburu, degil dan duka
Bepacu juga ia yang terlanda rebah di kakinya.

Sampai tiba-tiba terpaling kepalanya
Satu binary caya merobah warna iklim
Lelaki berotot mengurungnya pada cinta
Yang dengan angkuh memandang ke darahnya berpacuan

Anita.
Lelaki itu memperkosanya di lading
Hujan gerimis menambah rebut dada dan alang-alang
Lalu meninggalkannya dengan dingin mata
Menenggelaman diri bagi bahasa cinta

Anita.
Derai gerimis menampar muka
Kutuk membalik mendera dirinya
Dadanya yang subur terguncang-guncang oleh damba.

Anita.
Dijatuhkannya dirinya dari menara.
(Rendra)

1.4.      Puisi Dramatik
            Puisi Dramatik adalah puisi yang melukiskan perilaku seseorang, baik lewat gerak, dialog maupun monolog, sehingga mengundang suatu gambaran kisah tertentu.
1.5.      Puisi Lirik
            Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya. Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya:elegi, ode, dan serenada.
Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Misalnya “Elegi Jakarta” karya Asrul Sani yang mengungkapkan perasaan duka penyair di kota Jakarta.
Serenada adalah sajak percintaan yang bisa dinyanyikan. Kata “serenada” berarti nyanyian yang tepat dinyanyikan pada waktu senja. Rendra banyak menciptakan serenada dalam Empat Kumpulan Sajak. Misalnya “Serenada Hitam”, “Serenada Biru”, “Serenada Merah Jambu”,”Serenada Ungu”, “Serenada Kelabu”, dan sebagainya. Warna-warna di belakang serenade itu melambangkan sifat nyanyian cinta itu, ada yang bahagia, sedih, kecewa, dan sebagainya
1.6.      Puisi Epigram
            Puisi epigram adalah bentuk puisi pendek yang berisi nasihat tentang cara bergaul, sopan-santun, ajaran agama, dan sebagainya. Guridam dalam puisi lama dapat digolongkan sebagai bentuk puisi epigram. Misalnya saja :

Apabila banyak berkata-kata
Di situlah jalan masuk jalan dusta

Apabila anak tidak dilatih
Jika besar bapanya letih

Apabila banyak mecela orang,
Itulah tanda dirinya kurang

Apabila orang banyak tidur,
Sia-sia sajalah umur

Kenakalan Remaja

2.1.      Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih  belum cukup   matang untuk   dapat dikatakan   dewasa. Ia berada pada
masa transisi.

2.2.      Definisi kenakalan remaja menurut para ahli
a.       Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang".
b.      Santrock
"Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."

2.3.      Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.


2.4.      Jenis-jenis kenakalan remaja
·        Penyalahgunaan narkoba
·        Seks bebas
·        Tawuran antara pelajar

2.5.      Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal :
a.      Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b.      Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal :
a.       Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.      Teman sebaya yang kurang baik
c.       Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
2.6.      Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja :
Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini :
a.       Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
b.      Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
c.       Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.

FAKTOR – FAKTOR PENUNJANG KEEFEKTIFAN BERBICARA


2.1.      Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara
1. Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu
2. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
3. Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksunya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk, dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret menunjukkan aktivitas akan lebih mudah dipahami pembicara . Namun, pilihan kata itu tentu harus kita sesuiakan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa berbicara (pendengar).
Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk menyusunnya menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks. Orang yang memiliki kemampuan memilih kata adalah
  1. memiliki kosakata
  2. memahami makna kata tersebut,
  3. memahami cara pembentukannya
  4. memahami hubungan-hubungannya,
  5. memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah struktural dan logis.
Ada 6 kriteria yang dapat digunakan untuk memilih kata, yaitu criteria
  1. humanis antropologis
  2. linguistis pragmatis
  3. sifat ekonomis
  4. psikologis
  5. sosiologis
  6. politis.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat digunakan beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi
1.      bentuk kata
2.      baku tidaknya kata
3.      makna kata
4.      konkret atau abstraknya kata
5.      keumuman dan kekhususan kata
6.      menggunakan gaya bahasa/majas
7.      idiom.
4. Ketepatan sasaran pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat



2.2.   Faktor-faktor NONkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu retorika yang harus digunakan, yaitu metode dan etika retorika.
Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara mahasiswa akan termasuk dalam kategori “mahasiswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.

Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :
  1. Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam berbicara.
  2. Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.
  3. Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang kuat
  4. Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang digunakan.
  5. Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah
  6.  
    Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll. Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya
  7. Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.

2.3.   faktor penghambat keefektifan berbicara
faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pembicara, sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara (Taryono, 1999:68). Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
  1. Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh
  2. Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan mental yang temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang temporer misalnya rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental yang bersifat laten ada empat jenis yaitu tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe penggumam, dan tipe tuna gairah;
  3. Hambatan lain-lain meliputi
a.       kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, dan tata makna;
b.      kurangnya pengalaman dalam hal berbicara;
c.       kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang berbicara; dan
d.      adanya kebiasaan yang kurang baik (Taryono, 1999:68-72).

Sedangkan hambatan eksternal menurut Taryono (1999:72-77) meliputi:
1.      hambatan yang berupa suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar ruang;
2.      hambatan yang berupa gerak, sering terjadi dalam berbicara informal, misalnya di atas bus kota, kereta, atau pesawat. Sedangkan pada kondisi formal jarang dijumpai;
3.      hambatan yang berupa cahaya, dapat terjadi jika pembicaraan dilakukan di malam hari atau ruang yang gelap tanpa pencahayaan
4.      hambatan yang berupa jarak, hal ini sering terjadi jika pendengar atau pembicara tidak memperdulikan pentingnya pengaturan jarak bicara antara pembicara dengan pendengar.

         Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbicara agar berbicara kita efektif antara lain sebagai berikut :
  1. Cerdas Menguasai Suasana
         Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak akan dia tulis. Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu mempelajari kapan seharusnya tidak berbicara. Kita tentu pernah memdengar pepatah “bicara itu perak, diam itu emas”, entah perkataan itu benar atau tidak akan tetapi sebelum membahasa bagaimana  seharusnya berbicara akan lebih baik kalau kita terlebih dulu memahami bagaimana seharusnya tidak berbicara kita diam bukan berarti tidak bersuara. Mungkin kita sedang mempraktekkan ilmu padi semakin merunduk semakin berisi. Karena didalam berbicara kita harus tahu berbicara dengan siapa dan di mana kita berbicara. Dengan demikian kita bisa menguasai suasana
         Sering juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak salah, mengapa demikian karena tidak bisa menguasai suasana. Coba kita renungkan, jika teman kita sedang menghitung uang, apakah kita akan terus menerus berbicara? Tentu tidak, apabila kita kita terus menerus berbicara dengannya besar kemungkinan dia akan salah dalam menghitung uangnya.
 
2.  Buat Pembicaraan atau Percakapan lebih hidup  dan bisa dinikmati oleh semua
yang terlibat, adapun caranya sebagai berikut :
a.       Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih dahulu memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu memilih topic-topik yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang kita ajak bicara tidak banyak suka politik. Bila kita lakukan maka kemungkinana besar orang-orang yang kita ajak bicara akan tutup mulut dan secara otomatis pembicaraan kita akan mati.
b.      Meminta pendapat, kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita meminta pendapat dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan demikian pembicaraan kita tidak bisa timbal balik
c.       Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok, sebagai pembicara yang baik kita perlu mengajak orang-orang disekitar  kita atau orang-orang yang kita ajak bicara untuk ikut serta dalam pembicaraan. Khususnya mereka yang tampaknya enggan untuk bergabung dan dengan berbagai macam cara misanya memacing orang yang kurang terlibat itu dengan topic yang anda tahu akan dia nikmati.
d.      Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan, dalam berbicara kita tidak perlu berbicara terus menerus seperti seorang monolog atau interrogator, walaupun demikian juga jangan terlalu sedikit berbicara. Bila kita terlalu pelit berbicara, orang-orang akan menganggap kita tidak cukup pandai atau tidak ramah.
e.       Memancing pendapat, pertanyaan-pertanayaan yang dapat memancing pendapat sangat efektif untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan sosial atau untuk memecahkan keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topic hangat dan yang akan ada dibenarkan orang-orang saat itu.